Puasa
Ramadhan adalah puasa yang diwajibkan terhadap setiap muslim selama sebulan
penuh pada bulan Ramadhan. Puasa pada bulan Ramadhan termasuk salah satu puasa
wajib yang harus dilakukan oleh segenap kaum muslimin. Bulan Ramadhan adalah
bulan kesembilan dalam bulan Islam. Bulan ini merupakan bulan penuh berkah,
penuh dengan ampunan Allah Swt., dan rahmat-Nya. Didalamnya terdapat malam yang
lebih mulia dari seribu bulan, yaitu malam lailatul qadar. Begitu pula
al-Qur’an diturunkan pertama kali disalah satu malam pada bulan Ramadhan.
Perintah
untuk melaksanakan puasa Ramadhan didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadis. Dalil
yang menyatakan kewajiban puasa Ramadhan terdapat dalam Al-Qur’an ditegaskan
dalam surat Q.S. Al-Baqarah :
183
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ
عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya :
“Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa.”(QS. Al-Baqarah : 183)
Rukun
puasa Ramadhan, yaitu :
1. Niat,
yaitu menyengaja puasa Ramadhan, setelah terbenam matahari hingga sebelum fajar
shadiq. Artinya pada malam harinya, dalam hati telah tergerak (berniat), bahwa
besok harinya akan mengerjakan puasa wajib Ramadhan.sebagaimana hadis Nabi
Saw.,:
نَوَيْتُ صَوْمَ شَهْرِ رَمَضَانَ كِلِّهِ لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya: "Aku niat
berpuasa selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan tahun ini karena Allah Taala."
Niat
puasa Ramadhan harian (dibaca setiap hari) :
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ االشَّهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ
السَّنَةِ لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya:
"Aku niat berpuasa esok hari untuk menunaikan kewajiban puasa pada bulan
Ramadhan tahun ini karena Allah Taala".
2. Meninggalkan
segala yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
B. Cara
Menentukan Awal dan Akhir Ramadhan dan Dalilnya
Untuk
menentukan awal dan akhir Ramadhan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu
sebagai berikut :
1. Dengan
melihat bulan (Ru’yatul Hilal)
Ru’yatul
Hilal, yaitu dengan cara memperhatikan
terbitnya bulan di hari ke-29 bulan Sya’ban. Pada sore hari saat matahari
terbenam di ufuk barat. Apabila saat itu nampak bulan sabit meski sangat kecil
dan hanya dalam waktu yang singkat maka ditetapkan bahwa mulai malam itu umat
Islam sudah memasuki tanggal 1 bulan Ramadhan. Maka ditetapkan untuk melakukan
ibadah puasa Ramadhan seperti shalat tarawih, makan sahur dan mulai berpuasa. Perintah
Allah untuk berpuasa setelah melihat bulan tsabit:
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ
الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
Artinya : “Karena itu barangsiapa
di antara kamu melihat bulan itu, maka hendaklah berpuasa pada bulan itu.”
Selanjutnya dari Ibnu Umar ra, Nabi Saw., bersabda:
تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلَالَ
فَأَخْبَرْتُ رَسُوْلَاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّىْ رَأَيْتُهُ
فَصَامَهُ وَأَمَرَالنَّاسَ بِصِيَامِهِ
Artinya : “Orang-orang mengintai
hilal bersama makasaya sampaikan kepada Rasulullah Saw, saya telah melihatnya.
Kemudian Nabi berpuasa dan menyuruh orang-orang untuk berpuasa.” (HR. Abu Daud,
Hakim, dan Ibnu Hibban)
2. Dengan
cara Istikmal
Maksudnya
menyempurnakan bilangan bulan Sya’ban atau bulan Ramadhan menjadi 30 hari. Hal
ini dilakukan bila ru’yatul hilal tidak tampak atau kurang jelas karena
tertutup awan atau ada sebab lain. Allah Swt, berfirman :
وَلِتُكْمِلُوْا
الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ
Artinya : “Hendaklah kamu
mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah.” (QS. Al-Baqarah ayat 185)
Hadis Nabi Muhammad Saw, bersabda :
صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ . فَإِنْ غُمَّ
عَلَيْكُمْ فَاَكْمِلُوْا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَا ثِيْنَ يَوْمًا
Artinya : “Berpuasa kamu jika melihatnya (1 Ramadhan) dan
berbukalah kamu jika melihatnya (1Syawal). Dan jika terhalang oleh awan maka
cukuplah bilangan bulan Sya’ban itu 30 hari (istikmal).” (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Dengan
cara Hisab (perhitungan)
Hisab,
yaitu memperhitungkan peredaran bulan dibandingkan dengan perbedaan matahari.
Karena peredaran bulan dan matahari bersifat tetap maka dapat diperhitungkan.
Firman Allah Swt :
هٌوَالَّذِىْ جَعَلَ الشَّمْسَ
ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُوْرًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ
السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللهُ ذَلِكَ إِلاَّ بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ
الْاَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُوْنَ
Artinya : “Dia-lah yang menjadikan matahari
bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah
(tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan
tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu
melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada
orang-orang yang mengetahui.” (QS. Yunus :
5)
C. Hal-Hal yang Membolehkan Tidak
Berpuasa dan Dalilnya
Berdasarkan keterangan Al-Qur’an dan
Hadis, ada beberapa orang yang dibolehkan berbuka puasa pada bulan Ramadhan.
Mereka itu mendapat kemudahan (rukhshah) dari Allah Swt., hal ini ada
sebab-sebab tertentu dalam dirinya. Diantara mereka itu adalah sebagai berikut :
1. Orang sedang sakit yang jika
dipaksakan berpuasa, sakitnya akan bertambah parah maka mereka boleh berbuka.
Tetapi jika setelah bulan Ramadhan penyakitnya sembuh maka mengqadha puasanya
yang telah ia tinggalkan.
2. Orang yang bepergian jauh (musafir)
yang diperkirakan akan kelelahan dan membawa madharat terhadapnya, maka mereka
boleh berbuka tetapi harus mengqadhanya setelah bulan Ramadhan. Untuk kedua
orang itu dalilnya adalah firman Allah Swt.:
وَمَنْ كَا نَ مَرِيْضًا اَوْعَلَى سَفَرٍ فَدَّةٌ مِنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ط
يُرِيْدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
Artinya : “Dan
barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa) maka wajib
menggantinya sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain.
Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”
(QS. Al-Baqarah : 185)
3. Orang yang sudah tua atau karena
usianya sudah lanjut, tidak mampu berpuasa. Jika dipaksakan berpuasa akan
terjadi kemadharatan baginya. Mereka boleh tidak berpuasa, tetapi harus
membayar fidyah. Fidyah adalah memberi makan fakir miskin setiap
hari selama bulan Ramadhan. Dalilnya firman Allah Swt :
وَعَلَى
الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْ نَهُ فِدْيَةٌ
Artinya : “Dan
bagi orang-orang yang berat menjalankannya, maka wajib membayar fidyah.” (QS. Al-Baqrah : 184)
4. Orang hamil dan sedang menyusui
anaknya. Mereka itu dibolehkan berbuka puasa jika mengkhawatirkan kesehatan
dirinya dan bayinya. Namun, bagi mereka diwajibkan mengqadha puasa yang
ditinggalkannya. Dalilnya sabda Rasulullah Saw.:
إِنَّ
اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَا فِرِ الصَّوْمَ وَشَطْرَ الصَّلَاةِ
وَعَنِ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ الصَّوْمَ (رواه الخمسة)
Artinya :
“Sesungguhnya Allah Swt., telah melepaskan kewajiban dari seorang musafir berpuasa dan sebagian salat,
dan kepada perempuan yang sedang hamil dan sedang menyusui Allah telah
melepaskan kewajiban puasa atas keduanya.” (HR. Lima Ahli Hadist)
D. Amalan Sunnah pada Bulan Ramadhan
Pada bulan Ramadhan ada amalan-amalan
sunnah yang baik kita lakukan, antara lain :
1. Menyegerakan
berbuka puasa jika waktu berbuka puasa telah tiba.
2.
Berbukalah dengan makanan atau minuman yang manis
terlebih dahulu.
3.
Membaca do’a sebelum berbuka, yaitu :
اَللهَمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ
أَفْطَرْتُ ذَهَبَ الظَّمَاءُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتِ الْأَجْرُ إِنْ
شَاءَاللهُ
Artinya : “Ya
Allah karena Engkau aku berpuasa dan dengan rezeki pemberian Engkau aku
berbuka, dahaga telah hilang dan urat-urat telah basah, dan mudah-mudahan
ganjarannya ditetapkan.”
4.
Mengakhirkan makan sahur (menjelang matahari terbit).
5.
Jika ada kelebihan rezeki sedekahkan kepada orang yang
sedang berpuasa atau mengajak mereka untuk berbuka bersama.
6.
Perbanyak membaca Al-Qur’an (tadarus).
7.
Laksanakan shalat malam (tarawih).
8.
Sempatkan beri’khtikaf di masjid untuk beribadah.
E. Hal-Hal Yang Dilarang pada Bulan
Ramadhan dan Dalilnya
Selama menjalankan ibadah puasa
Ramadhan ada beberapa larangan yang harus diperhatikan. Apabila larangan
tersebut dilanggar maka batallah puasa yang dikerjakannya. Salah satu larangan
tersebut adalah suami istri yang bersetubuhan pada siang hari dibulan Ramadhan.
Bagi suami istri yang bersetubuh
pada siang hari di bulan Ramadhan sama saja artinya membatalkan puasa dengan
ijma (bersetubuh). Allah Swt., melarang ummat Islam yang sudah berumah tangga
melakukan hubungan suami istri (bersetubuh) pada siang hari di bulan Ramadhan,
dan sebaliknya membolehkan melakukan hal tersebut pada malam hari.
Allah Swt,
berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 187
اُحِلَّ لكُمْ لَيْلَةَ
الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلَى نِسَآ ئِكُمْ ...
Artinya :
“Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrinya...”
(QS.Al-Baqarah : 187)
F. Kafarat bagi Orang Melanggar
Larangan Puasa Ramadhan dan Dalilnya
Allah Swt, hanya melarang umatnya bersetubuh siang
hari pada bulan Ramadhan sedangkan pada malam hari diperbolehkan. Jadi, barang
siapa melakukan persetubuhan dengan istrinya pada siang hari maka ia wajib
membayar kafarat atau denda. Kafarat bagi orang yang melakukan pelanggaran ini
ada tiga tingkatkan, yaitu :
1.
Membebaskan
budak belian.
2.
Apabila
tidak mampu membebaskan hamba sahaya, harus berpuasa dua bulan berturut-turut.
3.
Apabila
berpuasa selama dua bulan juga tidak kuat, harus memberikan shadaqah kepada
fakir miskin dengan makanan pokok yang mengenyangkan. Jumlah fakir miskin yang
harus disedekahi 60 orang dan masing-masing ¾ liter perhari.
Dasar
hukumnya adalah hadis Nabi Saw., bahwa seorang pria telah datang kepada
Rasulullah Saw., sembari berkata, “Celaka saya, ya Rasulullah.” Nabi Saww.,
bertanya : “Apakah yang
mencelakakanmu ?” Pria itu
menjawab, “Aku telah bersenggama dengan istriku pada siang hari Ramadhan.”
Rasulullah Saw., bertanya :
“Sanggupkah engkau memerdekakan budak ?”
Pria itu menjawab, “Tidak.” Rasulullah Saw, bertanya : “Sanggupkah engkau berpuasa dua bulan berturut-turut ?” Pria itu menjawab, “Tidak.” Rasulullah bertanya
pula : “Adakah engkau
mempunyai makanan untuk memberi makan enam puluh orang miskin ?” Pria itu menjawab, “Tidak.” Kemudian pria itu
duduk. Tiba-tiba seseorang memberikan sebakul besar kurma kepada Rasulullah Saw,
Rasulullah Saw, berkata :
“Sedekahkanlah kurma ini !” Pria itu bertanya, “Kepada siapakah saya berikan
kurma ini ?” Rasulullah
Saw, menjawab : “Kepada orang
yang lebih miskin dari kita.” Pria itu berkata pula, “Tidak ada penduduk
kampung ini yang lebih membutuhkan makanan selain dari kami seisi rumah.”
Rasulullah Saw, tertawa hingga terlihat gigi taringnya dan bersabda : Pulanglah, berikanlah kurma itu kepada keluargamu.”
(HR. al-Bukhari dan Muslim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar